Selasa, 05 Agustus 2008

Dunia Informasi dan Teknologi dibidang Pendidikan antara Kota dan Desa



Perkembangan pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat dibarengi dengan kemajuan teknologi Informasi dan teknologi dibidang komunikasi,untuk itu apa yang pernah digagas Pemerintah DIY tentang Cyber Provincy atau yang sering disebut proram CDMA untuk dikembangkan sebagai model untuk menjembatani ketimpangan perangkat keras yang ada antara pedesaan dan perkotaan tentunya ini sangat menunjang perkembangan model untuk pendidikan antara yang di kota dan di desa yang terkait dengan system jaringan korelasi yang sangat baik untuk menghindari kesenjangan antara pelajar dikota dan pelajar di pedesaan.
Permasalahan yang dihadapi tentunya tidak ringan banyak factor yang harus dihadapi oleh setiap daerah terutama perangkat keras yang harus dipersiapkan seperti jaringan Telepon/Internet yang harus perlu diadakan,tentu hal seperti ini juga menyangkut dana yang harus dianggarkan tetapi ini semua sesungguhnya dapat diatur kalau kita dapat disiplin dalam mengatur Anggaran di bidang Pendidikan,sesuai dengan isi Pembukaan UUD 1945 alinia ke IV yang menyatakan Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa .Jadi tidak salah kalau UU Pendidikan yang menyatakan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN, ini salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan mengacu kepada rasa keadilan antara mutu pendidikan di perkotaan dan kabupaten, supaya tidak ketinggalan jauh dari negara tetangga,sekarang bisa kita lihat dari penguasaan teknologi informasi antara siswa lulusan kota dengan pedesaan akan sangat keliatan terutama di bidang penguasaan atau penggunaan computer tidak semua siswa di pedesaan mampu mengoperasionalkan ,orang desa akan gaptek dengan begitu pesat perkembangan teknologi informatika.
Dengan kemampuan yang sangat jauh ini tentu akan sulit untuk berkompetensi dalam hal mencari pekerjaan dan apabila mereka akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tingi tentu kalah bersaing dengan masyarakat kota yang lebih banyak tahu tentang dunia IT.
Tujuan yang sangat mulia ini tentunya harus ditangapi dengan serius oleh kalangan pendidikan dan bagaimana caranya untuk dapat mengegoalkan anggaran pendidikan yang diajukan oleh DPR sebesar 20 persen. Pemerintah tentunya dengan secara tulus untuk dapat menerima pengajuan dari DPR bagaimana caranya untuk menekan kebocoran anggaran.Persoalan pokok yang dihadapi bangsa kita adalah factor geografis atau Negara kepulauan tentunya dengan penguasaan teknologi informatika ini akan dapat ditekan .Perlunya kita bangsa Indonesia menyadari untuk meningkatkan SDM ini perlu dibayar dengan mahal supaya kita dapat mampu bersaing dengan luar.
Paradigma pendidikan
Meski pemerintah harus bertanggung jawab atas mutu pendidikan nasional, pihak yang paling tahu tentang mutu dan kemampuan anak didik adalah pendidik. Dengan demikian, tugas dan hak pendidiklah untuk memberi penilaian. Penetapan standar nasional untuk kelulusan mengandaikan mutu pendidikan di tiap daerah sama. Kenyataannya, masih ada jurang perbedaan antara proses pendidikan di kota dan desa, bahkan antarprovinsi dan pulau.
Penetapan batas minimal kelulusan 4,5 memberi gambaran, pemerintah memandang proses pendidikan hanya sebagai transfer ilmu pengetahuan yang bisa mudah diukur dengan angka. Penetapan itu mereduksi makna pendidikan sebagai sebuah proses pematangan pribadi mencakup pengembangan, kognisi, afeksi, mental, dan kepribadian.
John Dewey dalam buku Education and Democracy (1916) telah mendengungkan konsep pendidikan integral berdasarkan pada kemampuan, kebutuhan, dan pengalaman peserta didik. Pendidikan yang berbasis realitas dan pengalaman anak didik sebenarnya bentuk perlawanan dan kritik pada pola-pola pendidikan tradisional yang hanya memindahkan ilmu pengetahuan masa lampau kepada tiap generasi baru.
Pendidikan tidak dimaksud sekadar mencetak orang yang pandai menghafal dan berhitung, tetapi melahirkan orang-orang berpribadi matang. Pendidikan tidak hanya tempat mengasah ketajaman otak, tetapi tempat menyemai nilai-nilai dasar kehidupan guna menggapai masa depan dan hidup bermasyarakat. Bangsa Indonesia amat membutuhkan sistem pendidikan seperti itu, terutama untuk melahirkan generasi muda yang tangguh dan bertanggung jawab, dan mampu memperbaiki kehidupan bangsa ini.
Maka, kengototan pemerintah untuk tetap melangsungkan ujian dengan standar nasional, hanya karena ingin mendorong peserta didik bekerja keras, tidak akan memberi dampak positif berkelanjutan bagi kematangan dan kemandirian peserta didik. Bahkan standar itu tidak representatif sebagai titik acuan untuk mengetahui kualitas pendidikan bangsa ini. Sementara revisi pasal-pasal PP No 19/2005, sebagaimana didesakkan DPR, tidak akan berarti bila tidak ada pembaruan dan rekonstruksi terhadap paradigma pendidikan.
Tugas pemerintah
Dalam konteks pendidikan holistik, pemerintah tidak perlu mengambil alih peran pendidik dengan menetapkan standar pendidikan sebab pemerintah tidak berhubungan langsung dengan peserta didik. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan sistem pendidikan yang efektif, integral, dan mengembangkan pendidik maupun peserta didik.
Pertama, pemerataan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan. Di banyak daerah sarana dan prasarana pendidikan amat memprihatinkan. Kurangnya tenaga pengajar di pedalaman, banyak gedung sekolah tak layak pakai, dan penggemblengan mental pengabdian pendidik, merupakan pekerjaan besar yang harus diprioritaskan dan dituntaskan pemerintah. Amat tidak masuk akal bila pemerintah tiba-tiba menetapkan standar kelulusan secara nasional, sementara pembangunan dan pemajuan pendidikan masih amat parsial.
Kedua, perubahan sistem pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Perubahan ini amat memungkinkan pihak sekolah untuk bereksplorasi, baik dalam program maupun kurikulum yang benar-benar kontekstual, yaitu berdasarkan pada kebutuhan anak didik dan menyatu dengan budaya dan karakter setempat. Jadi standar penilaian terletak pada tingkat penambahan pengetahuan serta pengembangan kepribadian, seperti menghargai orang lain, menghormati perbedaan, kedisiplinan, serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
Ketiga, proses pendidikan yang holistik juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat. Dengan demikian, proses pendidikan tidak dapat dikotakkan dalam pendidikan formal belaka, tetapi perlu dibuat sistem pendidikan berkesinambungan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ritme kehidupan masyarakat sebab masyarakat menentukan proses pendidikan melalui nilai- nilai dan strukturnya. Sebaliknya pendidikan menyumbangkan nilai-nilai untuk perubahan masyarakat. Membangun budaya membaca di masyarakat bisa dijadikan titik berangkat untuk membangun budaya belajar ini.
Namun usaha-usaha dari anak-anak bangsa juga terus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam hal penyampaian proses pendidikan dengan penggunaan IT. Semisalnya, baru-baru ini Telkom, Indosat, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan kesiapannya untuk mengembangkan IT untuk pendidikan di Indonesia, dimulai dengan proyek-proyek percontohan. Telkom menyatakan akan terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas infrastruktur jaringan telekomunikasi yang diharapkan dapat menjadi tulang punggung (backbone) bagi pengembangan danpenerapan IT untuk pendidikan serta implementasi-implementasi lainnya di Indonesia. Bahkan, saat ini Telkom mulai mengembangkan teknologi yang memanfaatkan ISDN (Integrated Sevices Digital Network) untuk memfasilitasi penyelenggaraan konferensi jarak jauh (teleconference) sebagai salah satu aplikasi pembelajaran jarak jauh.
Banyak aspek dapat diajukan untuk dijadikan sebagai alasan-alasan untuk mendukung pengembangan dan penerapan IT untuk pendidikan dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Salah satu aspeknya ialah kondisi geografis Indonesia dengan sekian banyaknya pulau yang terpencar-pencar dan kontur permukaan buminya yang seringkali tidak bersahabat, biasanya diajukan untuk menjagokan pengembangan dan penerapan IT untuk pendidikan. IT sangat mampu dan dijagokan agar menjadi fasilitator utama untuk meratakan pendidikan di bumi Nusantara, sebab IT yang mengandalkan kemampuan pembelajaran jarak jauhnya tidak terpisah oleh ruang, jarak dan waktu. Demi penggapaian daerah-daerah yang sulit tentunya diharapkan penerapan ini agar dilakukan sesegera mungkin di Indonesia.

Tidak ada komentar: